LINGKUNGAN ST CLARA, GEREJA SANTO AGUSTINUS KARAWACI TANGERANG

Jumat, 03 September 2010

Katekese Tanggungjawab Siapa?

siapa sajakah yang mau terlibat aktif untuk berpartisipasi dalam karya katekese Gereja?"

Panggilan orang beriman itu salah satunya mewartakan kabar gembira, termasuk juga dalam Gereja. Kenyataannya saya sadari juga belum sungguh sungguh menjalankan tugas mewartakan Injil, tetapi seringnya saya masih lebih suka mewartakan diri sendiri: "kalau ide saya tidak diikuti umat, saya masih tersinggung, kalau kotbah saya dikritik, saya lalu cemberut, kotbah misapun kadang-kadang lalai saya siapkan, sehingga kotbahku menjadi monoton dan tidak menyapa, saya mudah menghindar kalau diminta untuk menggantikan katekis mengajar komuni pertama, dsb."

Katekese ditujukan terutama untuk orang yang sudah dibaptis, sementara untuk mereka yang belum dibaptis dinamakan "pra-evangelisasi" . Apapun namanya, tugas katekese adalah salah satu bagian integral yang tak terpisahkan dari tugas Gereja untuk mewartakan, menguduskan dan menggembalakan. Dalam Gereja, ketiga tugas itu pertama-tama menjadi tanggung jawab Uskup sebagai pengganti para rasul (Lih. KV II, LG art 25-27) Sebagai penanggungjawab utama, Uskup itu dipanggil untuk menampilkan Kristus, Sang Sabda, telah mewartakan Injil Kerajaan Allah dengan perkataan dan perbuatan-Nya. Namun Dialah juga Imam Perjanjian Baru yang menguduskan dunia, tidak hanya dengan doa-Nya tapi juga dengan darah-Nya; Kristus jugalah yang menjadi Gembala yang Baik bagi domba-domba-Nya. Tugas pewartaan tidak terpisah dari tugas pengudusan dan tugas penggembalaan.

Dengan cara begitu, justru karena itu, para imam dipanggil untuk "berpartisipasi" dalam imamat sempurna dari Uskup sebagai pengganti para rasul, karena Gereja kita apostolis bukan? Dalam rangka berpartisipasi itulah, para imam juga dipanggil untuk 3 hal yang sama: mengajar, menguduskan dan menggembalakan (lih. KV II, LG art. 28) Maka 3 tugas itu menjadi tanggung jawab utama para pastor paroki (KHK 1983, no. 528 par.1)

Kan. 528 § 1 Pastor Paroki terikat kewajiban untuk mengusahakan agar sabda Allah diwartakan secara utuh kepada orang-orang yang tinggal di paroki; maka hendaknya ia mengusahakan agar kaum beriman kristiani awam mendapat pengajaran dalam kebenaran-kebenaran iman, terutama dengan homili yang harus diadakan pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib, dan juga dengan memberikan pembinaan kateketik, dan hendaknya ia membina karya- karya untuk mengembangkan semangat injili, juga yang menyangkut keadilan sosial; hendaknya ia memperhatikan secara khusus untuk pendidikan katolik anak-anak dan kaum muda; hendaknya ia dengan segala upaya, juga dengan melibatkan bantuan kaum beriman kristiani, mengusahakan agar warta Injil menjangkau mereka juga yang meninggalkan praktek keagamaannya atau tidak memeluk iman yang benar.

Berdasarkan kanon itu, bertanggungjawab artinya : menjadi pelopor yang proaktif untuk berjerihpayah mengusahakan dan memikirkan serta mewujudkan karya pewartaan di tengah Gereja dan masyarakat, bersama sama umat beriman dan orang yang berkehendak baik. Bukankah para awam juga dipanggil untuk menjadi "nabi, imam dan raja" (Lih. KV II, LG art. 34-36). Sebaliknya kalau kekurangan terjadi dalam berkatekese sehingga pengetahuan iman umat tentang Ajaran iman Gereja dan penghayatannya melemah, patutlah diakui, pastilah sebagai seorang imam, saya terlibat dalam menentukan kualitas aspek hidup pewartaan di Gereja lokal.

Karena itu, pertanyaannya bukan hanya "siapakah yang bertanggung jawab katekese", tetapi, "siapa sajakah yang mau berkomitmen dan terlibat aktif untuk berpartisipasi dalam karya katekese Gereja?" Mengapa pertanyaannya menjadi "Siapa yang mau terlibat?" Karena katekese sebagai pewartaan Injil sekaligus juga pembinaan iman umat, pertama-tama adalah anugerah Kristus, Sang Guru yang mempercayakan "depositum fidei", yakni kekayaan iman kepada Gereja. Maka proses katekese sebenarnya proses pewarisan iman oleh Kristus dalam kesatuannya dengan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Dengan "mempercayakan kepada Gereja", katekese itu bukan "perintah seperti majikan kepada buruh", tetapi "karya katekese" adalah kepercayaan Kristus yang mendesak untuk ditanggapi orang beriman. Jadi karya katekese sebenarnya juga pilihan orang yang mau beriman sungguh-sungguh: tidak hanya mengungkapkan imannya dalam doa, tapi bersedia mendengarkan Sabda dan melaksanakannya.

Benarlah kata St Paulus, "Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil" (1Kor 9:16) . Santo Paulus merasa terdesak, dan merasa hidupnya sia-sia kalau tidak menjadi pewarta. Kata-kata yang hidup itu berakar pada pertobatan radikalnya, dari seorang pengejar dan pembunuh para pengikut Kristus menjadi pribadi yang tangguh untuk mewartakan keselamatan yang dat a ng dari Allah dalam peristiwa hidup Yesus. Itulah komitmen yang bersemi, tumbuh dan berkembang begitu subur dan kokoh karena Paulus bangga akan identitasnya sebagai pribadi yang diselamatkan dengan cuma-Cuma oleh darah Kristus, dan ia yakin akan nilai "pengosongan diri Kristus" yang taat sampai mati di salib dan kebangkitan-Nya sehingga kuatlah dasar iman kita. Dengan keyakinan itu, kita pun tidak lagi hanya bertanya, "Siapakah yang bertanggung jawab dalam berkatekese?" tetapi apakah aku sampai pada komitmen yang gigih seperti Santo Paulus, "Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil?"



Warm regards ,

Blasius Slamet Lasmunadi, Pr
sumber:www.imankatolik.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar